Khamis, 11 Februari 2010

Cinta Sang Mujahid Muda






hari belum terlarut malam, senja pun belum mendekat. Bahkan mentari masih sangat menerpa dengan teriknya, tapi sepasang bola mata itu tampak telah begitu lelah. Sepasang mata itu tampaknya sudah sangat tertatih-tatih untuk menjaga agar tetap terjaga. Kelopak itu senantiasa tertarik jatuh meskipun ia berusaha mengangkatnya kembali.

Dalam pandangan yang kian menyempit itulah terpancar cinta dan kepuasan yang tak terlukiskan dengan kata-kata. Sepasang bibirnya yang kian memudar pun mengurai senyum pertanda bahagia yang jelas-jelas tak terkata. Bibir itu perlahan bergetar dan berusaha untuk bersuara.

“Sahabatku, saudaraku … hapuslah air mata yang tidak seharusnya mencucur itu. Tidak pantas kau cucurkan air mata itu untuk aku yang akan berjumpa dengan Kekasih-ku. Allah swt telah memilih saudaramu ini untuk syahid di jalan-Nya, apakah engkau tidak bahagia saudaraku? Hapuskan kelemahan itu dari matamu, perjuangan ini belum berakhir saudaraku… Engkau harus tetap berjalan teguh, melaju tanpa keluh. Sampaikan pesan pada ibuku bahwa anaknya tercinta telah menuju perjumpaan dengan sang Kekasih yang selama ini dirindukannya. Katakan pada ibuku untuk tidak membiarkan air matanya membasahi pipinya. Katakan bahwa aku sangat menyayanginya dan tidak ingin meninggalkannya, tapi Kekasih sejati telah memanggil dan tidak dapat ku menghindar darinya.”

“Lalu… lalu… bagaimana dengan Sholehah, calon isterimu itu? Bagaimana aku harus menjelaskannya???”. Sahabat itu bertanya dengan penuh getar dan air mata yang tetap tidak mampu ia bekukan.

“Katakan pada sholehah bahwa aku telah menemui Kekasih sejatiku. Katakan padanya bahwa Allah swt telah memilihkan kekasih yang lebih baik dan yang terbaik untuk dirinya dan juga untukku. Katakan padanya untuk tidak perlu berduka, karean aku telah pergi dengan senyum bahagia…”

“A… A… Aku … Aku …. Aku bersykur kepada Allah swt telah dianugerahkan seorang sahabat dan saudara sepertimu, yang telah membuatku tegar di jalan yang mulia ini.

“Aku… Aku… Aku sudah tak kuat lagi saudaraku… A.. A.. Allahu Akbar…”

Mata itu akhirnya terpejam dengan senyum gambaran kebahagiaan. Sang mujahid mudapun pergi selamanya untuk berjumpa dengan Kekasih yang senantiasa dirindukannya. Wajah pucatnya terlihat begitu ikhlas atas luka-luka dan darah yang mengucur di tanah Palestina itu.

“Sahabatku… kini engkau telah menemukan jawaban dari setiap kerinduan yang selama ini mengganggu tidur dan terjagamu. Engkau telah berhasil membuktikan besarnya cinta yang selama ini senantiasa engkau rasakan, dan engkau telah membuktikannya. Saudaraku, semoga kelak kita akan dikumpulkan di dalam surganya para syuhada…”

Sang sahabat pun melepaskan pelukannya perlahan, menghapus air mata yang masih membasahi tulang pipi. Masih terdengar bising peluru dan meriam yang memecah keheningan negeri di tempat kakinya berdiri.

“Allaha Akbar!!!” Ia pun kembali merangsek ke medan pertempuran.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan